Sebelumnya kita mengenal menu 4 Sehat 5 Sempurna yang sudah digaungkan sejak tahun 1952 oleh Prof. Poerwo Soedarmo ‘Bapak Gizi Indonesia’. Menu ini terinspirasi dari Basic Four di Amerika Serikat yang mulai diperkenalkan pada era 1940an. Menu 4 Sehat 5 Sempurna sudah mendarah daging dibenak orang Indonesia, bahkan hingga saat ini masih banyak orang secara spontan menyatakan menu makan bergizi adalah 4 Sehat 5 Sempurna. Menu ini mengingatkan pada makanan yang mempunyai kandungan gizi lengkap yaitu berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Jenis makanan dalam menu ini diantaranya: makanan pokok, aneka lauk pauk, sayur, buah, dan susu.
Konten Edukasi
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2023, sampah sisa makanan menyumbang komposisi sampah terbanyak mencapai 40,91%. Sampah sisa makanan merupakan makanan yang masih layak makan namun terbuang karena tidak dimakan. Sampah sisa makanan ini muncul karena beberapa faktor diantaranya karena penyajian yang berlimpah akibat budaya berlebihan dari masyarakat sehingga makanan tidak dihabiskan dan menimbulkan sampah yang sering disebut “leftover” Penyebab lainnya karena perencanaan makanan yang tidak tepat sehingga menimbulkan sisa makanan seperti yang terjadi pada restoran, katering, hingga supermarket.
Apakah pernah terpikir bahwa kebiasaan makan kita selain berdampak pada kesehatan tubuh juga berpengaruh kepada lingkungan?
Faktanya setiap orang berkontribusi pada dampak yang ditimbulkan oleh sistem pangan kita terhadap bumi. Tetapi kita juga bisa membuat bumi semakin sehat untuk ditinggali, melalui perubahan kecil yang dapat dilakukan pada pola makan.
Apa itu Sustainable Healthy Diet?
Sustainable healthy diet atau makan sehat berkelanjutan adalah pola makan yang mempromosikan semua dimensi kesehatan dan kesejahteraan individu; memiliki tekanan dan dampak lingkungan yang rendah; dapat diakses, terjangkau, aman dan adil; dan dapat diterima secara budaya (WHO, 2019). Secara sederhana, pola makan berkelanjutan adalah pola makan yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa sepertiga dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi, berakhir hilang atau terbuang saat proses panen dan konsumsi, yang dikenal dengan istilah food loss dan food waste. Di tingkat global, food loss dan food waste berkontribusi pada 4.4 gigaton emisi gas rumah kaca (FAO, 2015). Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2023, sisa makanan menyumbang kontribusi terbesar sampah dengan persentase mencapai 40,91%, lebih banyak dibandingkan sampah plastik sebesar 19,18%. Selama ini kesadaran masyarakat akan sampah lebih banyak terpusat pada sampah plastik. Sebaliknya, sampah sisa makanan masih dipandang sebelah mata. Padahal sampah sisa makanan memberikan dampak negatif juga terhadap lingkungan.
Belum lama ini media sosial digemparkan dengan berita keracunan massal yang dialami oleh sekelompok warga di sebuah desa di Jawa Barat. Penyebab keracunan diduga berasal dari makanan yang diperoleh warga dari acara tahlilan. Korban keracunan mengalami gejala perut sakit dan buang air besar berkali-kali setelah mengonsumsi makanan tersebut. Alhasil banyak korban mengalami kekurangan cairan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Fenomena keracunan massal karena makanan seperti di atas sudah sering kita temui. Keracunan umumnya disebabkan karena kontaminasi bakteri patogen pada makanan yang dikonsumsi. Kondisi ini disebut juga dengan foodborne illness atau penyakit bawaan makanan. Foodborne illness menimbulkan gejala yang dapat dirasakan dalam hitungan menit hingga beberapa minggu setelah seseorang mengonsumsi makanan/minuman terkontaminasi. Umumnya gejala tersebut seperti mual, muntah, diare, atau demam. Jika tidak segera teratasi penyakit ini akan berdampak serius hingga menyebabkan kematian pada beberapa orang dengan risiko tinggi seperti bayi, anak kecil, wanita hamil, lansia, dan orang-orang dengan imunitas lemah (seperti penyintas HIV/AIDS, kanker, diabetes).
Halo Sobat PKGM! Tahu tidak, anemia defisiensi besi merupakan kondisi kekurangan gizi yang paling sering terjadi. Nah, terdapat 3 strategi yang bisa dilakukan untuk mencegahnya, yaitu dengan meningkatkan asupan makanan sumber zat besi, bantu penyerapannya, dan menghindari zat gizi yang menghambat penyerapannya.
1. Sumber Zat Besi
Zat besi terbagi ke dalam 2 bentuk, yaitu besi heme dan non-heme. Besi heme bersumber dari hewani sementara besi non-heme bersumber dari nabati. Bioavailabilitas (tingkat ketersediaan biologis) zat besi heme lebih tinggi daripada non-heme. Berikut ini daftar sumber zat besi ya.
Pernah mendengar kata “stunting” dalam sehari-hari ? Tentu sudah tidak asing kan untuk kita semua. Stunting sendiri tidak bisa dianggap remeh, lho. Stunting sendiri dapat terjadi pada anak-anak seluruh dunia, terutama pada negara berkembang. Menurut WHO, pada tahun 2020, diperkirakan sekitar 149 juta anak di seluruh dunia menderita stunting. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia sendiri sebanyak 30, 8 % anak-anaknya menderita stunting. Hal itu membuat Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia dengan penderita stunting terbanyak. Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga dapat mempengaruhi pendidikan dan produktivitas di masa depan. Untuk itu, diperlukan perhatian serius dari semua pihak untuk mengatasi masalah ini.
Anemia adalah keadaan ketika tubuh kekurangan sel darah merah fungsional atau kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 12 g/dL pada perempuan dan kurang dari 13,5 g/dL pada laki-laki. Di Indonesia, anemia rentan terjadi pada kelompok remaja. Tidak hanya remaja perempuan, tetapi remaja laki-laki juga berisiko mengalami anemia. Hanya saja, prevalensi anemia pada perempuan 6% lebih tinggi daripada laki-laki. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi anemia pada kelompok remaja dari-* tahun 2007 hingga 2018.
Sumber :
Food and Drug Administration (FDA). (2018). Refrigerator Freezer Chart – Food Safety for Moms to Be. U.S. Food and Drug Administration. Tersedia di : https://www.fda.gov/food/people-risk-foodborne-illness/refrigerator-freezer-chart-food-safety-moms-be
Satria, A.N. (2021). Tips Menyimpan dan Mengolah Daging Kurban. Liputan/berita Uiversitas Gadjah Mada. Tersedia di : https://ugm.ac.id/id/berita/21397-tips-menyimpan-dan-mengolah-daging-kurban/
Singh, R. Paul and Cross, . H. Russell. (2023). Meat processing. Encyclopedia Britannica. Tersedia di : https://www.britannica.com/technology/meat-processing.
Halo sobat PKGM! Tidak terasa lebaran tinggal hitungan hari lagi ya. Bagaimana puasanya? Lancar? Atau makin lebar-an? 😁
Bagi sobat PKGM yang mau mudik atau sedang mudik, hati-hati ya di jalan. Semoga selamat sampai tujuan.
Admin punya tips mudik sehat dan aman dengan tetap jaga pola makan nih. Simak tipsnya berikut ya!
1. Sediakan camilan yang gampang dibawa dan tahan lama, usahakan pilih yang sedikit gulanya ya. Camilan ini bisa bantu ganjal perut saat waktunya makan tapi jalanan macet. Misalnya: crackers, snack bar, roti gandum, susu kotak, keju, yogurt atau bisa yang sudah dikombinasikan dengan protein, contohnya sandwich (roti, telur, keju)
2. Jangan lupa tetap penuhi asupan serat dengan konsumsi buah. Pilih buah yg mudah dibawa seperti pisang, apel, jeruk.
3. Konsumsi cairan. Cairan sangat penting untuk bantu tetap fokus dalam perjalanan. Bisa diatur ya konsumsinya dari waktu buka sampai sahur biar perut nggak begah.
4. Istirahat jika memang diperlukan. Berhenti sebentar di rest area, jangan lupa lakukan stretching tipis2 biar otot-ototnya nggak kaku.