
Prevalensi obesitas pada anak-anak dan remaja meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Strategy on Diet, jumlah kasus obesitas global pada individu di bawah usia 18 tahun melonjak dari 11 juta menjadi 124 juta dalam tiga dekade terakhir. Survei kesehatan di Amerika Serikat juga mengungkapkan bahwa individu yang tidak sarapan memiliki risiko obesitas lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang rutin sarapan. Penelitian lain menunjukkan bahwa kebiasaan melewatkan sarapan berkaitan dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan risiko obesitas.
Sarapan didefinisikan sebagai makanan pertama yang dikonsumsi setelah bangun tidur, biasanya sebelum pukul 10 pagi, dan menyumbang sekitar 20–35% dari kebutuhan energi harian. Selain memberikan energi untuk memulai hari, sarapan berperan penting dalam pengendalian berat badan dan pencegahan obesitas. Melewatkan sarapan dapat menyebabkan rasa lapar yang berlebihan, mendorong konsumsi makanan tinggi kalori pada siang dan malam hari, yangf pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan lemak tubuh.
Penelitian oleh Akhulaifi (2022) mengungkapkan bahwa melewatkan sarapan memengaruhi hormon insulin, meningkatkan risiko resistensi insulin, dan memicu kenaikan berat badan. Mekanismenya terjadi melalui konsumsi protein dan energi yang berlebihan pada waktu siang dan malam hari. Konsumsi ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat, yang merangsang produksi insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel. Ketika kapasitas penyimpanan pada sel penuh, kelebihan glukosa diubah menjadi lemak melalui proses lipogenesis. Insulin juga menghambat enzim lipase yang berfungsi memecah lemak, sehingga lemak semakin banyak tertimbun di dalam tubuh. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, berat badan akan meningkat.
Studi lain juga menunjukkan hubungan antara sarapan dan risiko obesitas. Individu yang rutin sarapan memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan mereka yang sering melewatkan sarapan. Anak perempuan, khususnya, lebih rentan terhadap obesitas akibat tekanan budaya yang mendorong mereka melewatkan sarapan demi menjaga tubuh tetap ramping, yang sering dianggap sebagai standar kecantikan. Studi oleh Annisa dan Setiarini (2022) menemukan bahwa individu yang sarapan lebih dari empat hari per minggu memiliki risiko obesitas lebih rendah dibandingkan mereka yang sarapan kurang dari empat hari per minggu. Selain itu, sebuah studi meta-analisis oleh Julia (2021) menunjukkan bahwa melewatkan sarapan tiga kali atau lebih dalam seminggu dapat meningkatkan risiko obesitas sebesar 11%.
Keberagaman makanan dalam sarapan juga memainkan peran penting dalam pengendalian berat badan. Sarapan yang kaya serat, protein, dan lemak sehat membantu meningkatkan rasa kenyang lebih lama dan mengurangi keinginan untuk ngemil. Penelitian oleh Barragan (2023) menunjukkan bahwa sarapan dengan variasi tinggi, seperti sumber protein, karbohidrat kompleks, dan serat, memberikan manfaat lebih besar dalam mengendalikan berat badan dibandingkan dengan sarapan yang kurang beragam.
Selain memiliki peran dalam pengendalian berat badan, sarapan juga mendukung aktivitas fisik dan kemampuan kognitif. Tubuh memerlukan energi untuk memulai aktivitas harian, dan sarapan menyediakan sumber energi tersebut. Sebuah studi menunjukkan bahwa individu yang aktif secara fisik dan rutin sarapan memiliki risiko obesitas lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak aktif dan sering melewatkan sarapan. Sebaliknya, melewatkan sarapan dapat menyebabkan gejala seperti pusing, lemas, dan penurunan konsentrasi akibat kadar glukosa darah yang rendah, yang dapat menghambat produktivitas sepanjang hari.
Mengingat pentingnya sarapan, langkah-langkah sederhana dapat dilakukan untuk membiasakan diri dengan kebiasaan ini. Pilihlah makanan sarapan yang kaya serat, tinggi protein, dan rendah lemak, seperti oatmeal, telur, buah-buahan, dan kacang-kacangan. Hindari sarapan tinggi gula dan lemak jenuh yang dapat memicu lonjakan kadar glukosa darah. Selain itu, biasakan untuk sarapan secara teratur minimal empat kali per minggu, dan kombinasikan dengan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Dengan memahami pentingnya sarapan dalam pengendalian berat badan dan pencegahan obesitas, kita dapat mengambil langkah nyata untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Sarapan tidak hanya memberikan energi untuk memulai hari tetapi juga berkontribusi pada kesehatan jangka panjang dengan mengurangi risiko obesitas dan penyakit terkait lainnya.
Referensi :
- Ma, X, et al. 2020. Skipping Breakfast is Associated with Overweight and Obesity: A Systematic Review and Meta-analysis. Obesity Research and Clinical Practice. https://doi.org/10.1016/j.orcp.2019.12.002
- Arum, Ristanti Sekar dan Sri Sumarmi. 2024. Literatur Review: Hubungan Melewatkan Sarapan dengan Overweight/Obesitas. Media Gizi Kesmas. Vol 13, No 1, Juni 2024: 495-503
- Annisa, F dan Setiarini, T. 2022. Dampak Kebiasaan Sarapan terhadap Gizi Lebih. Jurnal Kesehatan Saintikan Meditory, Vol, 7 Nomor 1
- Wicherski, Julia, Sabrina Schlesinger, dan Florian Fischer. 2021. Association between Breakfast Skipping and Body Weight- A Systematic Review and Meta-Analysis of Observational Longitudinal Studies. Nutrients, 13, 272.
- Halawa, D, Sudargo, T dan Siswati, T. 2022. Makan Pagi, Aktivitas Fisik, dan Makan Malam Berhubungan dengan Status Gizi Remaja di Kota Yogyakarta. Journal of Nutrition College, Volume 11, No 2
- Ogata H, Hatamoto Y, Goto Y, Tajiri E, Yoshimura E, Kiyono K, Uehara Y, Kawanaka K, Omi N, Tanaka H. Association between breakfast skipping and postprandial hyperglycaemia after lunch in healthy young individuals. Br J Nutr. 2019;122(4):431-440. https://doi.org/10.1017/S0007114519001235
- Alkhulaifi, Fatema, dan Charles Darkoh. 2022. Meal Timing, Meal Frequency and Metabolic Syndrome. Nutrients, 14, 1719.
Kontributor : Ulfi Rahma Yunita, S.Gz, M.Gizi